Monday, February 1, 2016

Biografi Lengkap Buya Hamka

Biografi Lengkap Buya Hamka

Assalamualaikum Para Pejalan, pada kesempatan yang baik ini kembali saya berkesempatan share sebuah tulisan Biografi Lengkap Buya Hamka. Pada kesempatan yang lain saya juga pernah share Biografi seorang Tokoh Ulama, Palawan, dan bapak bangsa yakni Mohmmad Natsir. Mohammad Natsir merupakan tokoh yang hidup sezaman dengan Buya Hamka.

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan julukan HAMKA adalah seorang ulama, sastrawan, sejarawan, dan juga politikus yang sangat terkenal di Indonesia. Buya HAMKA juga seorang pembelajar yang otodidak dalam bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Hamka pernah ditunjuk sebagai menteri agama dan juga aktif dalam perpolitikan Indonesia. Hamka lahir di desa kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, 17 Februari 1908 dan meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur 73 tahun.


Belakangan ia diberikan sebutan Buya, yaitu panggilan buat orang Minangkabau yang berasal dari kata abi, abuya dalam bahasa Arab, yang berarti ayah kami, atau seseorang yang dihormati.

Kita tentu masih ingat Hubungan Kawan sekaligus Lawan antara Buya hamka dan Presiden Soekarno. Perbedaan ideologi dan pandangan memaksa Presiden soekarno menjebloskan buya Hamka, sahabtanya sendiri kedalam Penjara, dan bebas setelah Soekarno tak lagi berkuasa.

Menjelang ajalnya, Soekarno Berwasiat bahwa bila datang ajalnya, beliau ingin yang menjadi imam sembahyang jenasahnya adalah Buya Hamka. Pesan itu disampaikan oleh keluarganya kepada Presiden Soeharto, yang telah menggantikan Soekarno sebagai Presiden RI ke-2.

Presiden Soeharto mengutus salah seorang Asisten Pribadinya, Mayjen Suryo, untuk menemui Buya Hamka di rumah Jalan Raden Fatah, didampingi seorang Sekjen Departemen Agama RI. Kepada Hamka utusan Presiden Soeharto itu menyampaikan permintaan terakhir Soekarno. Tanpa ragu pesan yang dibawa utusan Presiden Soeharto dilaksanakan oleh Hamka.

Hamka tiba di Wisma Yaso bersama penjemputnya. Di wisma itu telah banyak pelayat berdatangan, penjagaan pun sangat ketat. Sholat jenasah segera dilaksanakan begitu Hamka tiba. Dengan ikhlas, Hamka memenuhi pesan terakhir mantan Presiden Pertama itu, mengimami sholat jenasahnya.

Sebelum kita ke Biografi Lengkap Buya Hamka, berikut saya petikkan beberapa Quote dari beberapa karya Buya Hamka

"Salah sekali persangkaanmu, Sahabat! Bahwasanya air mata tiadalah ia memilih tempat untuk jatuh, tidak pula memilih waktu untuk turun. Air mata adalah kepunyaan berserikat, dipunyai oleh orang melarat yang tinggal di dangau-dangau yang buruk, oleh tukang sabit rumput yang masuk ke padang yang luas dan ke tebing yang curam, dan juga oleh penghuni gedung-gedung yang permai dan istana-istana yang indah. Bahkan di situ lebih banyak orang menelan ratap dan memulas tangis. Luka jiwa yang mereka idapkan, dilingkung oleh tembok dinding yang tebal dan tinggi, sehingga yang kelihatan oleh orang luar atau mereka ketahui hanya senyumnya saja, padahal senyum itu penuh dengan kepahitan."

“Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan juga hidup.
Kalau bekerja sekadar bekerja, kera juga bekerja.”

Jika anda sedang benar, jangan terlalu berani dan
bila anda sedang takut, jangan terlalu takut.
Karena keseimbangan sikap adalah penentu
ketepatan perjalanan kesuksesan anda

Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita
adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba
itulah kita menemukan dan belajar membangun
kesempatan untuk berhasil

Bila anda belum menemkan pekerjaan yang sesuai
dengan bakat anda, bakatilah apapun pekerjaan
anda sekarang. Anda akan tampil secemerlang
yang berbakat
Masih banyak lagi quote-quote menarik yang bisa kita ambil sebagai pelajaran dari Buya Hamka, semoga kumpulan pesan-pesan Beliau bisa saya tuliskan dalm satu postingan pada kesempatan berikutnya.

MASA KECIL BUYA HAMKA


Abdul Malik, nama kecil Hamka lahir pada 17 Februari 1908 [Kalender Hijriyah: 13 Muharram 1326] di sebuah dusun Nagari Sungai Batang yang berada di tepian Danau Maninjau, Sumatera Barat. Hamka adalah anak sulung dari empat bersaudara dalam keluarga ulama Abdul Karim Amrullah dari istri keduanya Siti Shafiah. Keluarga ayahnya adalah penganut agama yang taat. Abdul Karim Amrullah yang berjulukan Haji Rasul dikenang sebagai ulama pembaru Islam di Minangkabau, putra dari Muhammad Amrullah. Adapun keluarga ibunya lebih terbuka kepada adat. Pandangan ayah Hamka yang berbenturan dengan tradisi adat dan amalan tarekat mendapat penolakan masyarakat—tetapi tidak melakukan pertentangan terbuka karena menaruh hormat kepada Muhammad Amrullah yang disegani sebagai pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah. Setelah Muhammad Amrullah meninggal, ayah Hamka pindah ke Padangpanjang.


Malik masih berusia empat tahun ketika orangtuanya pindah ke Padang. Ia melewati masa kecil di rumah anduangnya, nenek dari garis ibu. Bersama teman-teman sebaya, Hamka kecil menghabiskan waktu bermain di Danau Maninjau. Mengikuti tradisi anak-anak laki-laki di Minangkabau, Malik belajar mengaji di surau yang berada di sekitar tempat ia tinggal. Pada usia enam tahun, Malik diajak pindah ayahnya ke Padang Panjang, dan belajar mengaji pada ayahnya sendiri.

RIWAYAT PENDIDIKAN BUYA HAMKA

Malik (HAMKA) sempat mendapatkan pengetahuan umum seperti berhitung dan membaca saat masuk ke Sekolah Desa pada tahun 1915, tetapi berhenti setelah tamat kelas dua. Lokasi Sekolah Desa berada di Guguk Malintang, menempati kawasan tangsi militer sehingga memengaruhi pergaulan Malik. Hajir Rasul berencana menyekolahkan Malik di Sekolah Gubernemen tetapi kelas telanjur penuh. Malik kecil membawa perangai nakal karena sering menyaksikan perkelahian antara murid kedua sekolah, karena murid Sekolah Gubernemen memandang rendah murid Sekolah Desa.

Ketika usia HAMKA mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ HAMKA mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. HAMKA juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjoparonto dan Ki Bagus Hadikusumo.

Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padangpanjang pada tahun 1929. HAMKA kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padangpanjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia, tetapi meletakkan jabatan itu ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara menjadi pegawai negeri atau bergiat dalam politik Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi).

Hamka adalah seorang otodidiak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjoparonoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal.

 KARIER HAMKA


Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui pertubuhan Muhammadiyah. Beliau mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bidaah, tarekat dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Beliau menyusun kembali pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun 1950.

Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau kemudiannya meletak jawatan pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.

Kegiatan politik HAMKA bermula pada tahun 1925 apabila beliau menjadi anggota parti politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang kemaraan kembali penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerila di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, HAMKA dilantik sebagai ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia. Beliau menjadi anggota Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum 1955. Masyumi kemudiannya diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960. Dari tahun 1964 hingga tahun1966, HAMKA telah dipenjarakan oleh Presiden Sukarno kerana dituduh pro-Malaysia. Semasa dipenjarakanlah maka beliau mula menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, HAMKA dilantik sebagai ahli Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majlis Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional, Indonesia.

Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, HAMKA merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-an lagi, HAMKA menjadi wartawan beberapa buah akhbar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. HAMKA juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.

KARYA-KARYA BUYA HAMKA


Kitab Tafsir Al-Azhar merupakan karya gemilang Buya HAMKA. Tafsir Al-Quran 30 juz itu salah satu dari 118 lebih karya yang dihasilkan Buya HAMKA semasa hidupnya. Tafsir tersebut dimulainya tahun 1960.

HAMKA meninggalkan karya tulis segudang. Tulisan-tulisannya meliputi banyak bidang kajian: politik (Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret, Urat Tunggang Pancasila), sejarah (Sejarah Ummat Islam, Sejarah Islam di Sumatera), budaya (Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi), akhlak (Kesepaduan Iman & Amal Salih ), dan ilmu-ilmu keislaman (Tashawwuf Modern).

Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Diantara novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera di Malaysia dan Singapura termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Kaabah dan Merantau ke Deli.

PENGHARGAAN


Atas jasa dan karya-karyanya, HAMKA telah menerima anugerah penghargaan, yaitu Doctor Honoris Causa dari Universitas al-Azhar Cairo (tahun 1958), Doctor Honoris Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia (tahun 1958), dan Gelar Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia

AKHIR HAYAT

Setelah mengundurkan diri dari jabatan ketua MUI, kesehatannya menurun. Atas anjuran dokter Karnen Bratawijaya, dokter keluarga itu, ia diopname di Rumah Sakit Pusat Pertamina pada 18 Juli 1981, yang bertepatan dengan awal Ramadan.

Pada hari keenam dirawat, ia sempat menunaikan salat Duha dengan bantuan putrinya, Azizah, untuk bertayamum. Siangnya, beberapa dokter datang memeriksa kondisinya, dan kemudian menyatakan bahwa ia berada dalam keadaan koma. Kondisi tersebut tetap berlangsung sampai malam harinya. Tim dokter menyatakan bahwa ginjal, paru-paru dan saraf sentralnya sudah tidak berfungsi lagi, dan kondisinya hanya bisa dipertahankan dengan alat pacu jantung. Pada pukul 10 pagi keesokan harinya, anak-anaknya sepakat untuk mencabut alat pacu jantung, dan Hamka menghembuskan napas terakhirnya tidak lama setelah itu.

Hamka meninggal dunia pada hari Jum'at, 24 Juli 1981 pukul 10 lewat 37 menit dalam usia 73 tahun. Jenazahnya disemayamkan di rumahnya di Jalan Raden Fatah III. Antara pelayat yang hadir untuk memberi penghormatan terakhir dihadiri Presiden Soeharto dan Wakil Presiden Adam Malik, Menteri Negara Lingkungan Hidup Emil Salim serta Menteri Perhubungan Azwar Anas yang menjadi imam salat jenazahnya. Jenazahnya dibawa ke Masjid Agung dan disalatkan lagi, dan kemudian akhirnya dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan, dipimpin Menteri Agama Alamsjah Ratoe Perwiranegara.


EmoticonEmoticon