Saturday, August 20, 2016

Biografi Lengkap Gus Mus


biografi lengkap gus mus
Biografi Lengkap Gus Mus

Saya mengatakan Gus Mus adalah Kiai yang melek IT. Ini adalah hal yang unik karna jarang sekali Kiai sepuh yang terlalu perduli akan teknologi kekinian, apalagi sampai aktif di sosial media seperi Kiai Mustofa Bisri. Saya berharap banyak ulama lain yang mengikuti langkah dakwah Beliau, demi membendung faham-faham garis keras yang telah lebih dulu menguasai media internet saat ini. Tulisan Biografi lengkap Gusmus ini semoga bisa membuat kita lebih mengenal sosok dari KH. Mustofa Bisri (GUS MUS)

Biografi Lengkap KH Achmad Mustofa Bisri


KH. Ahmad Mustofa Bisri atau lebih sering dipanggil dengan Gus Mus lahir di Rembang, Jawa Tengah, 10 Agustus 1944; umur 72 tahun. Beliau adalah pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang dan menjadi Rais Syuriah PBNU.

Kiyai, penyair, novelis, pelukis, budayawan dan cendekiawan muslim, ini telah memberi warna baru pada peta perjalanan kehidupan sosial dan politik para ulama. Ia kiyai yang bersahaja, bukan kiyai yang ambisius. Ia kiyai pembelajar bagi para ulama dan umat. KH Achmad Mustofa Bisri pernah dicalonkan menjadi Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama dalam Muktamar NU ke-31 28/11-2/12-2004 di Boyolali, Jawa Tengah. Tapi kemudian ditolaknya.

GUS MUS mempunyai prinsip harus bisa mengukur diri. Setiap hendak memasuki lembaga apapun, ia selalu terlebih dahulu mengukur diri. Itulah yang dilakoninya ketika Gus Dur mencalonkannya dalam pemilihan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama pada Muktamar NU ke-31 itu.

Saya harus bisa mengukur diri sendiri. Mungkin lebih baik saya tetap berada di luar, memberikan masukan dan kritikan dengan cara saya, jelas alumnus Al Azhar University, Kairo (Mesir), ini, yang ketika kuliah mempunyai hobi main sepakbola dan bulutangkis. Setelah tak lagi punya waktu meneruskan hobi lamanya, ulama ini lalu menekuni hobi membaca buku sastra dan budaya, menulis dan memasak, termasuk masak makanan Arab dengan bumbu tambahan.

Lahir di Rembang, Jawa Tengah, 10 Agustus 1944, dari keluarga santri. Kakeknya, Kyai Mustofa Bisri adalah seorang ulama. Demikian pula ayahnya, KH Bisri Mustofa, yang tahun 1941 mendirikan Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin, adalah seorang ulama karismatik termasyur.

Ia dididik orangtuanya dengan keras apalagi jika menyangkut prinsip-prinsip agama. Namun, pendidikan dasar dan menengahnya terbilang kacau. Setamat sekolah dasar tahun 1956, ia melanjut ke sekolah tsanawiyah. Baru setahun di tsanawiyah, ia keluar, lalu masuk Pesantren Lirboyo, Kediri selama dua tahun. Kemudian pindah lagi ke Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Di Yogyakarta, ia diasuh oleh KH Ali Maksum selama hampur tiga tahun. Ia lalu kembali ke Rembang untuk mengaji langsung diasuh ayahnya.

KH Ali Maksum dan ayahnya KH Bisri Mustofa adalah guru yang paling banyak mempengaruhi perjalanan hidupnya. Kedua kiyai itu memberikan kebebasan kepada para santri untuk mengembangkan bakat seni.

Kemudian tahun 1964, dia dikirim ke Kairo, Mesir, belajar di Universitas Al-Azhar, mengambil jurusan studi keislaman dan bahasa Arab, hingga tamat tahun 1970. Ia satu angkatan dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Menikah dengan Siti Fatimah (alm), ia dikaruniai tujuh orang anak, enam di antaranya perempuan. Anak lelaki satu-satunya adalah si bungsu Mochamad Bisri Mustofa, yang lebih memilih tinggal di Madura dan menjadi santri di sana. Kakek dari empat cucu ini sehari-hari tinggal di lingkungan pondok hanya bersama istri dan anak keenamnya Almas.

Setelah abangnya KH Cholil Bisri meninggal dunia, ia sendiri memimpin dan mengasuh Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin, didampingi putra Cholil Bisri. Pondok yang terletak di Desa Leteh, Kecamatan Rembang Kota, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, 115 kilometer arah timur Kota Semarang, itu sudah berdiri sejak tahun 1941.

Keluarga Mustofa Bisri menempati sebuah rumah kuno wakaf yang tampak sederhana tapi asri, terletak di kawasan pondok. Ia biasa menerima tamu di ruang seluas 5 x 12 meter berkarpet hijau dan berisi satu set kursi tamu rotan yang usang dan sofa cokelat. Ruangan tamu ini sering pula menjadi tempat mengajar santrinya.

Pintu ruang depan rumah terbuka selama 24 jam bagi siapa saja. Para tamu yang datang ke rumah lewat tengah malam bisa langsung tidur-tiduran di karpet, tanpa harus membangunkan penghuninya. Dan bila subuh tiba, keluarga Gus Mus akan menyapa mereka dengan ramah. Sebagai rumah wakaf, Gus Mus yang rambutnya sudah memutih berprinsip, siapapun boleh tinggal di situ.

Di luar kegiatan rutin sebagai ulama, dia juga seorang budayawan, pelukis dan penulis. Dia telah menulis belasan buku fiksi dan nonfiksi. Justru melalui karya budayanyalah, Gus Mus sering kali menunjukkan sikap kritisnya terhadap budaya yang berkembang dalam masyarakat. Tahun 2003, misalnya, ketika goyang ngebor pedangdut Inul Daratista menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat, Gus Mus justru memamerkan lukisannya yang berjudul Berdzikir Bersama Inul. Begitulah cara Gus Mus mendorong perbaikan budaya yang berkembang saat itu.

Bakat lukis Gus Mus terasah sejak masa remaja, saat mondok di Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Ia sering keluyuran ke rumah-rumah pelukis. Salah satunya bertandang ke rumah sang maestro seni lukis Indonesia, Affandi. Ia seringkali menyaksikan langsung bagaimana Affandi melukis. Sehingga setiap kali ada waktu luang, dalam bantinnya sering muncul dorongan menggambar. Saya ambil spidol, pena, atau cat air untuk corat-coret. Tapi kumat-kumatan, kadang-kadang, dan tidak pernah serius, kata Gus Mus, perokok berat yang sehari-hari menghabiskan dua setengah bungkus rokok.

Gus Mus, pada akhir tahun 1998, pernah memamerkan sebanyak 99 lukisan amplop, ditambah 10 lukisan bebas dan 15 kaligrafi, digelar di Gedung Pameran Seni Rupa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Kurator seni rupa, Jim Supangkat, menyebutkan, kekuatan ekspresi Mustofa Bisri terdapat pada garis grafis. Kesannya ritmik menuju zikir membuat lukisannya beda dengan kaligrafi. Sebagian besar kaligrafi yang ada terkesan tulisan yang diindah-indahkan, kata Jim Supangkat, memberi apresiasi kepada Gus Mus yang pernah beberapa kali melakukan pameran lukisan.

KELUARGA GUS MUS


Istri: Siti Fatimah (alm)
Anak:
  1. Ienas Tsuroiya
  2. Kautsar Uzmut
  3. Randloh Quds
  4. Rabitul Bisriyah
  5. Nada
  6. Almas
  7. Muhammad Bisri Mustofa
Ayah : Mustofa Bisri
Ibu : Marafah Cholil

Pendidikan 

  • Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Lirboyo Kediri
  • Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta
  • Raudlatuh Tholibin, Rembang
  • Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir

Karya Tulis Buku

  1. Dasar-dasar Islam (terjemahan, Abdillah Putra Kendal, 1401 H);
  2. Ensklopedi Ijma’ (terjemahan bersama KH. M.A. Sahal Mahfudh, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1987)
  3. Nyamuk-Nyamuk Perkasa dan Awas, Manusia (gubahan cerita anak-anak, Gaya Favorit Press Jakarta, 1979);
  4. Kimiya-us Sa’aadah (terjemahan bahasa Jawa, Assegaf Surabaya);
  5. Syair Asmaul Husna (bahasa Jawa, Penerbit Al-Huda Temanggung);
  6. Ohoi, Kumpulan Puisi Balsem (Pustaka Firdaus, Jakarta, 1991,1994);
  7. Tadarus, Antalogi Puisi (Prima Pustaka Yogya, 1993);
  8. Mutiara-Mutiara Benjol (Lembaga Studi Filsafat Islam Yogya, 1994);
  9. Rubaiyat Angin dan Rumput (Majalah Humor dan PT. Matra Media, Cetakan II, Jakarta, 1995);
  10. Pahlawan dan Tikus (kumpulan puisi, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1996);
  11. Mahakiai Hasyim Asy’ari (terjemahan, Kurnia Kalam Semesta Yogya, 1996);
  12. Metode Tasawuf Al-Ghazali (tejemahan dan komentar, Pelita Dunia Surabaya, 1996);
  13. Saleh Ritual Saleh Sosial (Mizan, Bandung, Cetakan II, September 1995);
  14. Pesan Islam Sehari-hari (Risalah Gusti, Surabaya, 1997);
  15. Al-Muna (Syair Asmaul Husna, Bahasa Jawa, Yayasan Pendidikan Al-Ibriz, Rembang, 1997);
  16. Fikih Keseharian (Yayasan Pendidikan Al-Ibriz, Rembang, bersama Penerbit Al-Miftah, Surabaya, Juli 1997)
  17. Sang Pemimpin, (2016)
  18. Agma anugrah Agama Manusia (2016)
  19. Mata Air (2016)
  20. Aku Manusia  (2016)

Organisasi

Mantan Rois Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) periode 1994-1999 dan 1999-2004

VIDEO WAWANCARA GUS MUS

 Mengenal lebih dekat sosok KH Achmad Mustofa Bisri



Sebagai Penutup sebuah Pesan dari Gus Mus untuk kita renungkan.
Janganlah setan terang-terangan engkau laknati dan diam-diam engkau ikuti.


EmoticonEmoticon