Wednesday, August 9, 2017

Aku Yang Tertawa Ketika Membunuh - Pasal 30 Fihi Ma Fihi

Aku Yang Tertawa Ketika Membunuh - Pasal 30 Fihi Ma Fihi

Kitab Fihi Ma fihi merupakan kitab berbentuk esai, terdiri dari pasal-pasal. Kitab ini disusun dari jawaban berbagai pertanyaan yang diajukan kepada Rumi pada berbagai kesempatan. Sebagian isi buku ini juga berupa wacana yang disampaikan kepada Mu'inuddin Sulaiman Brawanah, salah seorang pemuka di kesultanan Saljuk Romawi.



Pada kesempatan ini, blog para pejalan akan mebahas pasal 30 kitab Fihi Ma Fihi dengan Judul "Aku yang tertawa Ketika membunuh" beberapa pasal dari kitab ini pernah juga di post pada kesempatan sebelumnya di blog para pejalan, diantaranya :
  1. Pembaca Alquran yang dikutuk Alquran (Pasal 18)
  2. Tamu-Tamu Cinta (Pasal 42)

Pasal 30: Aku Yang Tertawa Ketika Membunuh.

Ada banyak kepala berhiaskan mahkota emas. Ada juga kepala yang keindahan rambutnya ditutupi mahkota bertahta permata. Itu karena keindahan rambut gadis-gadis cantik akan mebangkitkan cinta, dan cinta adalah bertahta di hati.

Mahkota emas itu bungkus penghias, orang yang memakainyalah yang dirindukan hati. Kita mencari cincin Sulaiman keberbagai tempat, tetapi kita menemukannya dalam kefakiran. Dalam pesona ini jugalah kita tundukkan kefakiran. Sungguh, tidak ada lagi keadaan yang lebih menyenangkan dibandingkan ini.

Baiklah, bagaimanapun aku adalah seorang pedagang sandal. Aku telah menjalaninya sejak kecil. Aku tahu, ini profesi yang menghilangkan rintangan dan membakar tirai. Ini adalah asal mula segala ketaantan, sedangkan amal lain hanyalah cabangnya.

Jika engkau tidak berkorban, bagaimana bisa mendapatkan keinginan hatimu? Puasa membawa dirimu kepada ketiadaan, tempat semua kebaikan berada: Dan Allah bersama orang-orang yang sabar (QS. Al-Baqrah:249)

Semua yang ada di pasar, toko-toko, kedai, barang dagangan atau profesi, semuanya diadakan demi memenuhi kebutuhan manusia. Tujuan tersebut begitu samar. Jika kebutuhan akan sesuatu tidak tampak maka akhir kebutuhan itu akan tetap tersembunyi dan tidak akan bergerak.

Demikian juga karakter setiap ideologi, agama, keajaiban, mukjizat, dan keadaan para nabi. Akhir kebutuhan semua ini ada dalam jiwa manusia. Jika kebutuhan tidak muncul maka tujuan pokok kebutuhan ini pun tidak akan bergerak dan tidak akan muncul.

Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata (Lauh Mahfuz) (QS. Yasin:12)

Maulana bertanya: "Apakah kebaikan dan keburukan itu digerakkan oleh satu atau dua pelaku?"

Jawabannya: "di satu sisi, kebaikan dan keburukan memang digerakkan oleh dua pelaku karena seseorang tidak mungkin berbeda haluan dengan dirinya sendiri. Di sisi lain, keburukan tidak bisa dilepaskan dari kebaikan karena kita berbuat kebaikan ketika kita meninggalkan keburukan, dan meninggalkan keburukan mustahil dilakukan tanpa adanya keburukan itu sendiri.




Buktinya, jika tidak ada pendorong kepada keburukan, niscaya tidak mungkin ada tindakan untuk meninggalkan keburukan.

Jadi, kebaikan dan keburukan bukanlah dua hal yang terpisah.

Seorang majusi mengatakan: "Sesungguhnya Yazdan adalah pencipta kebaikan, dan Ahriman adalah pencipta keburukan dan segala hal yang dibenci."

Kita menyanggah ucapannya dengan mengatakan bahwa segala sesuatu yang dicintai tidak terlepas dari segala sesuatu yang dibenci. Karena pertama, mustahil ada tanpa adanya yang kedua.

Secara logis, yang dicintai ada karena hilangnya yang dibenci, dan mustahil sesuatu yang dibenci hilang tanpa didahului keberadaannya. Kebahagiaan ada ketika kesedihan hilang, dan kesedihan tidak akan hilang jika tidak pernah ada. Begitulah keduanya menjadi satu."

Aku berkata, "Jika sesuatu tidak hilang, maka manfaatnya untuk mata tidak akan tampak, layaknya suatu ucapan yang jika rangkaian hurufnya belum sirna, pelafalan lisan (belum usai diucapkan) maka pendengar tidak akan bisa mengambil manfaat darinya.

Ketika seseorang mencela dan berkata keji kepada orang bijak, sebenarnya ia sedang berkata baik kepadanya. Sebab, seorang bijak akan menjauhi sifat yang bisa menyebabkan datangnya celaan itu kepadanya.

Orang bijak adalah musuh kesombongan. karenanya, siapapun yang mencela orang bijak, sejatinya celaan itu ditujukan bagi musuh sang bijak dan merupakan pujian baginya, karena ia akan menjaui sifat tercela semacam itu, dan ini adalah perbuatan yang terpuji. "segala sesuatu menjadi jelas lewat kebalikannya."

Seorang yang bijak akan mengetahui jika si pencela bukanlah musuhnya. Dengan demikian, ia tidak akan membalas celaan itu.

Aku seperti taman yang hijau dikelilingi dinding yang kotor dan rusak yang bagian atasnya dipenuhi duri dan kotoran.

Setiap orang yang lewat tidak bisa melihat taman itu. Mereka hanya melihat dinding yang kotor  dan dipenuhi duri sehingga siapa pun yang lewat akan mencelanya. Jadi, kenapa taman itu mesti marah kepada mereka?



Sesungguhnya setiap celaan hanya akan merusak si pencela, bukan orang yang dicela. Semestinya ia bersabar dan mendobrak dinding itu terlebih dahulu agar ia bisa melihat taman di dalamnya.

Dengan mencelanya, mereka justru semakin menjauh dari taman itu, mebinasakan dirinya sendiri.

Rasulullah saw. bersabda: "Aku tertawa ketika aku membunuh." Maksdunya, beliau tidak memiliki musuh yang dapat membuat beliau marah ketika mengekskusi. beliau memerangi orang kafir dengan satu cara sehingga mereka tidak bunuh diri dengan seratus cara.