Monday, August 21, 2017

Kalau Bukan Karena Engkau, Takkan Kuciptakan Semesta - Pasal 25 Fihi Ma Fihi


Maulana berkata sesaat setelah seseorang memasuki ruangan, "Orang ini sungguh disayang dan amat rendah hati. Semua itu berkat permata di dalam dirinya. Jika dahan sebuah pohon digelatungi banyak buah maka buah-buahan itu akan membuatnya merendah, sementara dahan yang tidak berhuah akan tetap tegak. Ketika buah pada dahan itu sangat banyak, orang akan memasang tiang penopang di bawahnya agar tidak roboh"

Rasulullah saw. sangat rendah hati karena buah dunia dan akhirat berkummpul pada dirinya. Karena itu, pasti beliau lebih rendah hati dari siapapun. Dikatakan, "Tidak seorang pun yang mendahului Rasulullsah saw. dalam mengucapkan salam."

Jelasnya, tidak ada seorang pun yang mempu mendahulu Nabi saw. mengucapkan salam. Nabi mendahului mereka dengan kerendahhatian yang tak terkira. Meskipun pernah terjadi Rasulullah saw. tidak mendahului seseorang dengan salam, beliau tetap rendah hati dengan memulai percakapan.

Selain itu, seseorang mengucapkan salam lebih dulu kepada beliau, karena ia belajar dan mendengarnya dari Rasulullah saw. Segala sesuatu miliki mereka di masa lalu dan masa kini merupakan pantulannya: Mereka semua bayang-bayang Rasulullah. Meskipun bayang seseorang memasuki ruah sebelum tubuhnya, tetapi orang itulah yang sebenarnya masuk lebih dulu, karena bayang-bayang selalu mengikuti wujud.

Karakter atau ahlak seperti itu sesungguhnya tidak muncul begitu saja. Partikel-partikelnya telah ada dari zaman azali, pada partikel-partikel Adam dan bagian-bagiannya.


Pada sebagian orang, partikel itu bersinar terang, sebagian lainnya redup, dan sebagian lainnya benar-benar gelap. Lalu pada masa sekarang, karakter itu muncul, mewujud di alam nyata sehingga tampak jelas. Namun, sebenarnya, kecerahan dan cahayanya telah ada sejak azali. Dan partikel pada dalam diri Adam lebih jernih dan lebih terang sehingga ia lebih rendah hati.

Sebagian orang memandang "permulaan" dan sebagian lagi memandang "akhir." Mereka yang memandang "akhir" adalah para pembesar dan orang mulia, karena pengelihatan mereka tertuju pada hasil akhir. Sementara, mereka yang memandang "permulaan" adalah orang yang lebih istimea. Mereka mengatakan, "Apa perlunya kita melihat hasil akhir? Jika dipermulaan gandum yang ditanam, tentu pada akhirnya yang akan tumbuh adalah gandum, bukan jewawut. Sebaliknya, jika yang ditanam jewawut, pada akhirnya bukan gandum yang akan tumbuh."

Seperti itulah pandangan mereka tertuju pada "Permulaan". Di luar dua kelompok itu, ada oran yang lebih istimewa, yaitu orang yang tidak mendang "permulaan" dan tidak pula menmandang "Akhir." Permulaan dan hasil akhir tidak mereka pertimbangkan, karena mereka tenggelam dalam al-Haqq. 
Namun, ada juga kelompok orang yang tenggelam dalam dunia, tidak memandang "permulaan" tidak pula memandang "akhir". Kelompok terakhir ini sungguh berada di puncak kelalaian, dan mereka dalah calon penghuni neraka.

Sudah sama-sama kita ketahui bahwa yang menjadi asal adalah Muhammad--"kalau bukan karena engkau, tak kuciptakan semesta"

Segala sesuatu yang maujud: kemuliaan, kerendahan hati, kebijaksanaan, dan maqam-maqam yang luhur, semuanya dalah anugerah dan bayangan Muhammad. Semua ini muncul darinya. Sama halnya, semua yang dilakukan tangan ini sesungguhnya merupakan bayang-byang akal. Meskipun tidak mewujud secara fisikal, bayang-bayang akal ada pada tangan dan anggota tubuh lainnya, sebagaimana makna yang memiliki ada tetapi tidak memiliki wujud fisikal.

Seandainya tidak ada bayang-bayang akal pada diri manusia, tentu seluruh tubuhnya tidak akan berfungsi, tangan tidak akan mampu memegang dengan benar, kaki tidak akan bisa berjalan dengan benar, mata tidak akan melihat, dan telinga tidak akan mendengar dengan baik.

Dalam bayang-bayang akal itulah semua anggota tubuh menjalankan fungsinya dengan baik, indah dan layak. Sesungguhnya semua yang dilakukan tubuh datang dari akal, anggota tubuh sekedar alat.

Seperti itulah faktanya. Ada masnua agung yang merupakan khafilah pada zamannya. ia bagaikan akal universal, sementara akal manusia lainnya adalah bagian dari akal universal ini. semua yang mereka lakukan berada dalam bayang-bayang akal universal.

Jika akal parsial melakukan sesuatu yang menyimpang, itu karena akal universal mengangkat bayang-bayang dari kepala mereka. Keadaannya seperti orang gila. Ketika ia melakukan perbuatan yang tidak patut, semua orang tahu, penyebabnya  adalah karena akal telah lepas dari kepalanya. Bayang-bayang akal tidak lagi menaunginya. Ia sudah terpisah jauh dari banyang-bayang dan naungan akal.

Karakter akal adalah seperti malaikat meskipun akal tidak memilliki wujud fisikal apapun. Kenyataannya, akal dan malaikat adalah satu. Keduanya melakukan tindakan yang sama dan memiliki karakter yang sama. Manusia tidak perlu mempertimbangkan "bentuknya" -nya, karena pada hakikatnya keduayna melakukan perbuatan yang sama. Karena, misalnya, jika kau melebur bentuk malaikat, tentu semuanya menjadi akal, tidak sesuatupun dari bulu dan sayapnya yang tersisa di luar. 

Kami mengenal malaikat bahwa keseluruhannya adalah akal. Hanya saja, jika malaikat dapat mengambil bentuk (mujassimah), sedangkan akal tidak berjism.

Sama halnya jika kau membentuk burung dari llilin, lengkap dengan bulu dan sayapnya, ia akan tetap sebagai lillin. Sebab, ketika bulu, sayap, kepala, dan kaki burung itu dilelehkan, ia akan kembali menjadi lilin. Tak ada lagi bentuk yang tersisa: seluruhnya menjadi lilin. 

Kami menyadari bahwa itu adalah lilin selamanya, dan burung yang terbuat dari lilin hanyalah lilin. Sama saja, es adalah air, bukan yang lain. Ketika kau mencairkannya, tak ada sesuatu pun yang tersisasa kecuali air.
Sebelum berubah kebentuk asalnya, ia adalah air yang tak tergenggam oleh tangan. Saat ia membeku, tangan bisa menggenggamnya. Beigutlah, tidak ada perbedaan yang lain dari ini. Es adalah bentuk. Es dan air adalah dua hal yang sama.

Demikian juga manusia. Mereka mengambil selembar bulu malaikat, lalu mengikatnya pada buntut keledai, berharap keledai itu berubah menjdai malaikat karena keutamaan cahaya malaikat serta kedekatannya dengan Akal. Selembar bulu itu dianggap sebagai pengejawantahan malaikat.

Akal meminjamkan satu sayapnya kepada Isa
Maka Isa pun terbang hingga mengatasi malaikat.
Andai keledainya memiliki setengah saja sayapnya
Tentu ia tidak akan diam dan berjalan di tanah.

Kepala mesti heran melihat keledai menjadi manusia? Sungguh allah maha kuasa atas segala sesuatu. Bayi yang baru lahir bisa jadi lebih buruk daripada keledai. Bisa jadi tangannya memegang kotoran, lalu hendak menyuapkannya ke mulutnya, tetapi sang ibu memukul dan melarangnya. Sementara, keledai lebih pintar. Saat buang air, ia akan merentangkan kaiknya agar air kencing tidak mengenai kedua kakinya. Al-haqq Ta'ala maha berkuasa menjadikan bayi lebih buruk daripada keledai itu menjadi manusia. Jadi kenapa heran bila Dia mengubah keledai mejadi manusia? tidak ada sesuatu pun yang sulit apalagi mustahil bagi Allah.

Pada hari kiamat, selruh anggota tubuh manusia, tangan, kaki dan lain sebagainya akan berbicara satu demi satu. Para filsuf menjelaskan bawah "berbicara" di sana bukan berarti mengucapkan sesuatu, melainkan mengisyaratkan sesutu lewat sejumlah tanda atau lainnya. tanda seperti bekas luka akan "berbicara" hingga orang lain dapat mendengar "suara" bahwa ia terbakar. Ketika tangan merasa perih, mungkin ia sedang "mengatakan" dan "menceritakan" bahwa ia tergores pisau. "Perkataan" tangan dan anggota tubuh lainnya, bagi para filusuf,  serupa dengan perumpamaan itu.

Seorang sunni mengatakan: "Sungguh, bukan seperti itu! Pada hari itu, tangan dan kaki benar-benar berbicara jelas seperti lisan yang berbicara. Pada hari itu, seseorang bisa saja mengingkari pencurian yang telah dilakukannya, tetapi tangan akan berkata dengan jujur, 'Ya kau memang mencuri, akulah yang telah mengambilnya'. Pada saat itu manusia akan terheran-heran dan berkata kepada tangan dan kakinya "sebelumnya kau tak pernah berkata-kata. Bagaimana mungkin sekarang kau berbicara? "

Allah yang menjadikan segala sesuatu panda berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata (QS. Fushilat:21)

"Dia yang menjadikan segala sesuatu berbicara telah menjadikanku berbicara. Dia menjadikan pintu berbicara, dinding berbicara, batu dan tanah berbicara. Dialah sang pencipta yang telah menganugerahi menusia kemampuan berbicara. Dia juga yang membuatku berbicara." Lidahmu membuatmu berbicara, lidahmu adalah sepotong daging, dan ucapan adalah sepotong daging. Apakah lidah diberi akal? dari yang kulihat selama ini, tidak mungkin lidah berakal. Bagi Allah, lidah hanyalah alat. Jika ia memerintahkan berbicara, maka ia akan berbicara. Ia akan berbicara dengan semua yang diperitahkan dan di ditetapkan untuknya.

Kata-kata mengalir dari lidah manusia sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya. Kata-kata kita bagaikan air yang dialirkan si penjaga air. Air akan mengalir sesuai dengan keinginan sang penjaga. Air tidak pernah tahu ladang mana, atau ketempat  mana ia akan dialirkan. Mungkin ia akan mengalir ke ladang mentimun atau ke petak ladang kol, ladang bawang, atau mungkin juga ke taman mawar.

Aku tahu bahwa ketika begitu bayak air yang mengalir, tentu ada bayak ladang kering di suatu tempat disana. Ketika hanya sedikit air  yang mengalir, aku pun tahu bawah petak yang perlu dialiri air juga kecil. Mungkin sekeder taman kecil. "Dia akan memberikan hikmah ke lidah para pemberi nasihat sesuai kada kesungguhan para pendengar." Seandainya aku ingin membuat sepatu dan tersedia banyak kulit, aku tidak akan menggunakan semua kulit yang tersedia. Aku akan memotong dan menjahit secukupnya saja yang cukup untuk menutupi kakiku.

Aku adalah bayang-bayang manusia. Aku adalah ukurannya, panjangku setinggi dirinya.

Di Bumi ini ada banyak mahluk kecil yang hidup dibawah tanah, dalam gelap, tidak punya mata dan telinga, karena tempat mereka hidup tidak dibutuhkan mata dan telinga. Ketika mata tidak dibutuhkan, kenapa ia mesti diberi mata? Dia tidak memberi mata kepada mahluk kecil yang hidup dibawah tanah itu bukan karena tidak memiliki persediaan mata dan telinga, bukan karena Dia pelit, tetapi karena dia memberi kepada Mahluk-Nya sesuai dengan kebutuhannya.

Jika Dia memberikan sesuatu yang sesungguhnya tidak diperlukan, pemberian-Nya itu justru menjadi beban. Hikmah, kelembutan, dan kemurahan al-Haqq dalam setiap perbuatan-Nya akan selalu menghapus beban yang berat.

Bagaimana seorang memikul beban yang melebihi kemampuannya? Sebagai contoh, kau memberi sejumlah peralatan tukang kayu seperti palu, gergaji, dan kikir kepada tukang jahit sambil berkata, "Ambillah semua alat ini!" Semua alat yang kauberikan itu hanya akan menjadi beban baginya, karena ia tidak bisa bekerja dengan alat-alat itu. Demikianlah Allah swt. memberikan sesuatu sesuai kebutuhan.

Sebagaimana cacing yang hidup dibawah tanah didalam kegelapan, ada juga manusia yang merasa bahagia berada dalam kegelapan dunia ini. Mereka tidak merasa butuh terhadap alam luhur, tidak pula menginginakan ketersingkapan (kasyf). Jadi, mereka tak membutuhkan bashirah (pengelihatan batin) atau telinga idrak (pemahaman). Keinginan mereka di alam indriawi ini cukup dengan mata indriawi yang mereka miliki. Mereka tidak memiliki perhatian untuk beranjak ke sisi lain. Jadi, apa perlunya mereka diberi kekuatan pandangan yang tidak mereka gunakan?

Jangan kau kira dijalan itu tidak ada pejalan yang menempuhnya.
Jangan kausangka sifat-sifat sempurna rijalul-haqq tidak berjejak, hanya karena engkau tak mengetahui rahasia-rahasia langit.
Kau berfikir orang lain pun tidak mendapatkan kemualiaan itu.

Sesungguhnya alam dunia ini masih berdiri karena adanya kelalaian manusia. Andai tidak ada kelalaian, niscaya kehidupan dunia akan berhenti. Kerinduan kepada al-Haqq, ingatan akan akhirat, ekstase (sukr), dan kebahagiaan (wajd) adalah arsitek alam sana. Apabila setiap orang terbiasa dengan alam sana, tentu kita semua akan mencampakkan dunia ini dan pergi ke sana.

Al-Haqq Ta'ala menghendaki kita berada di sini hingga terdapat dua alam. Demikian Dia telah menempatkan dua penghulu, kelalaian dan keterjagaan, agar kedua alam itu tetap berpenghuni.


"Jangan kauberikan hikmah kepada orang yang tak layak menerima; dan jangan kautahan hikmah dari orang-orang yang berhak menerima; kau akan membuat mereka salah arah"